RANCAH POST – Sidang darurat akan digelar Kamis (21/12/2017) oleh majelis umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Dalam sidang tersebut disebutkan akan ada pemungutan suara berkenaan dengan rancangan resolusi yang menolak pengakuan Trump bahwa Ibukota Israel adalah Yerusalem.
Sidan itu pun dilaksanan menyusul adanya veto dari Amerika Serikat terhadap resolusi sebelumnya yang digelar pada sidang Dewan Keamanan PBB.
Rupanya, ancaman dilontarkan Presiden AS Donald Trump menyikapi digelarnya sidang darurat majelis umum Perserikatan Bangsa-Bangsa itu.
Donald Trump yang merupakan Presiden AS ke-45 menyatakan akan menahan bantuan miliaran dollar kepada negara-negara yang menolak pengakuan Yerusalem sebagai ibukota Israel.
“Untuk negara-negara yang mengambil uang kami yang memberikan suaranya untuk menentang kami di sidang majelis umum nanti, kami mengawasi kalian,” kata Trump, sebagaimana dilansir Sputnik, Kamis (21/12/2017).
“Ratusan juta dollar bahkan miliaran dollar mereka ambil, tapi kemudian mereka menentang kita. Baiklah, kita awasi pengambilan suara itu. Biarkan mereka menentang kita, kita akan menghemat banyak uang,” ujar Trump.
Pernyataan serupa sebelumnya sudah dinyatakan Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley.
“Pemungutan suara ini akan diawasi Presiden Trump dan dia sudah meminta saya untuk melaporkan negara yang tidak memberikan dukungan kepada kami,” ucapnya.
Adapun sebagaimana dikatakan Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki dan Menlu Turki Mevlut Cavusoglu, mereka menyebut Amerika Serikat melakukan intimidasi.
“Amerika yang kini ditinggal sendirian beralih memberikan ancaman. Tapi tidak ada negara yang tunduk pada tekanan ini,” kata Cavusoglu.
Ramai diberitakan sebelumnya, Donald Trump menyampaikan pernyataan yang menyebutkan bahwa Yerusalem merupakan ibukota Israel.
BACA JUGA: Donald Trump Akui Yerusalem Jadi Ibukota Israel, PBB Bakal Gelar Sidang Darurat
Tak hanya itu, Trump pun menyampaikan akan memindahkan kedubesnya dari Tel Aviv ke Yerusalem. Alhasil pernyataan kontroversial itu menuai beragam reaksi negatif di sejumlah negara.