RANCAH POST – Sebagaimana dipaparkan Irjen Boy Rafli Amar, Kadiv Humas Polda Metro Jaya, ada dua kelompok massa yang tergabung dalam aksi 4 November. Kelompok pertama adalah kelompok yang benar-benar melakukan aksi damai, sedangkan kelompok lainnya adalah kelompok yang memang ingin membuat rusuh 4 November.
“Aksi demonstrasi sudah bagus awalnya, telah terbangun komitmen menciptakan unjuk rasa yang damai. Tidak merusak persatuan dan kesatuan bangsa dan ini sudah kita sosialisasikan,” kata Boy.
Hal ini disampaikan Boy dalam press conference di Mabes Polri Jakarta Selatan, Sabtu (5/11/2016). Dalam aksi 4 November itu pun polisi yang melakukan pengawalan berkomitemen untuk tidak membawa senjata sebagaimana instruksi Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
“Kita konsisten melakukan itu, tapi dinamika yang terus terjadi di mana masyarakata tak hanya dari ormas, tapi juga dari elemen pemuda yang menyatu menjadi satu,” katanya.
Sebelum rusuh 4 November terjadi, aksi yang berlangsung hingga waktu maghrib itu berjalan dengan damai. Ketika memasuki waktu maghrib, barisan kelompok yang menyampaikan aspirasinya itu dengan perlahan mulai membubarkan diri.
Namun secara tiba-tiba, rusuh 4 november pun terjadi. Sejumlah orang melakukan tindakan anarkis dan menyerang petugas kepolisian. Dalam rusuh 4 November itu, bahkan ada anggota polisi yang sebgian wajahnya hancur akibat serangan massa.
“Momen provokasi dilakukan secara terus menerus. Ada kelompok yang datang dan memang ingin menciptakan suasana menjadi rusuh. Niatnya memang bukan berunjuk rasa, tapi ingin menyerang polisi, menerobos barrier, mendekati istana. Ini tidak dibenarkan,” tuturnya.
Kepolisian pun mencatat memang ada kelompok yang mempunyai agenda tertentu. Oleh karena itu sejak awal mula kepolisian sudah berusaha melakukan antisipasi.
“Kami melihat ada kelompok yang damai, tapi ini menjadi bukti bahwa ada kelompok yang memang ingin melakukan kerusuhan. Kalau mereka menginginkan aksi ini berjalan damai, tidak mungkin mereka akan berbuat demikian. Terlihat ini dari kelompok ulama atau bukan,” terangnya.
“Dengan adanya agenda atau maksud lain, aksi ini menjadi riskan dan tak hanya sekedar menyampaikan aspirasi. Kita mewanti-wanti, bukan mengada-ada dalam aksi unjuk rasa pasti ada kejadian seperti ini. Ini berdasarkan pengalaman, bukan menuduh. Oleh karenya kita sudah memberikan himbauan,” tutupnya.