RANCAH POST – Ditunjuknya Komisaris Besar Polisi Listyo Sigit Prabowo menjadi Kapolda Banten menggantikan Brigjen Pol Ahmad Dofiri menimbulkan rekasi di masyarakat Provinsi Banten, khususnya dari kalangan ulama.
Dengan mengirimkan sebuah surat yang ditujukan kepada Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Senin (10/10/2016), MUI se-Provinsi Banten memohon agar penunjukan Kombes Pol Listyo Sigit Prabowo yang tak lain bekas ajudan Presiden Joko Widodo ini dibatalkan. Alasannya adalah terkait adanya perbedaan keyakinan.
“Kami meminta supaya kapolri bisa menyesuaikan dengan kondisi Banten. Sembilan puluh persen orang Banten itu Islam, pejabatnya juga harus Islam,” tutur Mahmudi, Ketua MUI Kota Serang, Banten.
Kendati mendapat penolakan dari sejumah ulama, kapolri tetap melantik pria yang juga pernah menjabat sbagai Kapolres Solo pada tahun 2011 hingga 2012 itu. Sementara itu, Ahmad Dofiri, kini menempati posisi sebagai Kepala Biro Penyusunan dan Penyuluhan Hukum Mabes Polri.
Sementara itu, dengan ditempatkannya Kapolda Banten Kombes Pol Listyo Sigit Prabowo yang mengundang reaksi dari sejumlah kalangan di Banten ini dinilai akan menimbulkan potensi SARA. Dengan munculnya protes, membuktikan pula bahwa Presiden Joko Widodo tak melihat kondisi warga setempat.
Mengingat isu SARA sangat sensitif, sebagaimana dikatakan seorang pemikir Islam, Ibnu Masduki, seharusnya presiden bisa melihat kearifan lokal untuk menempatkan seorang pejabat di daerah. “Demi kebaikan bersama, seharusnya SAEA bukan ditutup-tutupi, melainkan dibuka untuk kebaikan semua,” ucap Masduki, Rabu (12/10/2016).
Bagi Joko Widodo sendiri, masih dikatakan Masduki, adanya protes dari ulama terkait ditempatkannya Listyo Sigit Prabowo akan memunculkan kesan negatif. “Dalam benak masyarakat akan terpikirka bahwa Jokowi ini sukanya menempatkan non Islam di daerah yang mayoritas Islam, seperti Solo dan Jakarta,” tutupnya.