BERITA TASIKMALAYA, RANCAH POST – Setelah sebelumnya seorang pria muda bernama Dadan, warga Kampung Selakaso, Kecamatan Sariwangi, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, dikurung selama 6 tahun oleh
keluarganya, giliran seorang pemuda berusia 21 tahun bernama Mu’min harus merasakan hal yang sama.
Mu’min diketahui sebagai warga Kampung Gegerhanjuang, RT. 15 RW. 03, Desa Linggamulya, Kecamatan Leuwisari, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Sama halnya seperti Dadan, Mu’min terpaksa dikerangkeng keluarganya lantaran kerap meresahkan masyarakat dan pergi tanpa pamit. Mu’min sendiri dikurung tak jauh dari kandang
sapi sejak satu bulan silam dalam kerangkeng berukuran 2×0,5 meter.
Layaknya orang normal, Mu’min bisa berbicara dengan orang lain. Mu’min mengaku tidak betah berada dalam kurungan tersebut. “Saya ingin keluar tapi tidak bisa, kurungan ini harus digergaji,” ucapnya, Rabu (20/4/2016).
Dari penuturan sang ayah, Ocin, anaknya yang merupakan anak ketiga dari enam bersaudara ini mengalami gangguan jiwa sejak tahun 2014. Sebelum mengalami gangguan jiwa, Mu’min sempat bekerja di Jakarta
bersama dengan pamannya setelah lulus SMP. Mu’min juga pernah bekerja sebagai buruh pabrik di Bandung.
Namun sejak saat itu, gelagat Mu’min mulai memperlihatkan ia terkena gangguan jiwa. Ia sering mengamuk, pergi tanpa pamit, dan pulang dalam keadaan tanpa busana. Pihak keluarga akhirnya mengurungnya di dalam kamar. Namun lantaran Mu’min kerap buang hajat sembarangan, keluarganya akhirnya mengurungnya di atas empang. Ocin mengaku diperingatkan oleh pihak desa agar tidak mengurung anaknya, namun ia tidak punya pilihan lain.
“April 2014 lalu, Mu’min sempat mendapat perawatan selama satu bulan di RSJ Cisarua. Sempat sehat seperti semula, namun kembali terkena gangguan jiwa. Makanya terpaksa dikurung, takut nanti repot mencarinya,” terangnya.
Meski pengobatan Mu’min di RSJ Cisarua gratis, Ocin mengaku enggan membawa kembali anaknya untuk diobati. Pasalnya, Ocin tidak mempunyai biaya untuk menjenguk anaknya. “Sebenarnya saya mau anak saya dibawa ke rumah sakit, tapi untuk membesuknya saya tidak punya uang, minimal harus keluar Rp500 ribu tiap minggunya. Dulu saja saya terpaksa menjual kayu,” tukasnya, sebagaimana dilansir Pikiran Rakyat.