RANCAH POST – Awal Maret 2015 silam, seorang perempuan bernama Merry Roeslani menerima penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI)yang diberikan langsung oleh Jaya Suprana selaku Direktur MURI. Penghargaan tersebut membuat wanita berusia 90 tahun tersebut berderai air mata atas pemberian penghargaan yang diperuntukan bagi suaminya yang telah meninggal dunia tersebut.
Oleh MURI, suaminya dinobatkan sebagai salah satu sosok anggota polisi paling jujur sedunia. Dialah Hoegeng Iman Santoso, yang lebih tenar dengan sebutan Jenderal Hoegeng. Jenderal Hoegeng lahir pada tanggal 14 Oktober 1921 di Pekalongan, Jawa Tengah, dan semasa hidupnya pernah menjabat sebagai Kapolri kelima. Meski Hoegeng berpangkat jenderal, ia tak segan untuk turun langsung ke lapangan melaksanakan tugasnya sebagai salah seorang anggota kepolisian.
Lantas apa yang membedakan Jenderal Hoegeng dengan anggota polisi lainnya? Selain dikenal jujur, sosok Jenderal Hoegeng merupakan sosok yang berani dan anti suap. Saking jujurnnya Jenderal Hoegeng, almarhum Presiden Abdurrahman Wahid memiliki sebuah anekdot yang menyatakan bahwa hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia, yaitu patung polisi, polisi tidur, dan satu lagi adalah Jenderal Hoegeng.
Bukti kejujuran Jenderal Hoegeng terlihat saat ia ditugaskan menjadi kasatreskrim di Medan, Sumatera Utara, yang kala itu dikenal sebagai daerah perjudian dan penyelundupan. Dalam proses kepindahannya ke Medan, beberapa cukong perjudian memfasilitasinya dengan sebuah mobil dan rumah . Namun ia menolak dan lebih memilih tinggal sementara waktu di hotel hingga mendapatkan rumah dinas.
Setelah mendapatkan rumah dinas, rumah dinasnya dipenuhi barang-barang mewah dan perabotan rumah pemberian para cukong judi. Sekali lagi ia menolak dan menyimpan barang-barang pemberian tersebut ke luar rumahnya. Medan pun gempar lantaran ada sosok anggota kepolisian yang tidak mempan disuap.
Masih banyak lagi sepak terjang Jenderal Hoegeng yang menyebabkan dirinya dikenal sebagai sosok teladan. Namun demikian, kejujuran, ketegasan, keberaniannya, dan keuletannya dalam menangani berbagai kasus seperti Sum Kuning dan tewasnya mahasiswa ITB Rene Coenrad justru tidak disukai oleh atasannya kala itu.
Tahun 1971 di masa kepemimpinan Presiden Soeharto, Jenderal Hoegeng yang juga merintis penggunaa helm bagi pengendara motor itupun ‘dipecat’ dari jabatan dari Kapolri saat dirinya masih berusia 49 tahun.