RANCAH POST – Sebagaimana penjelasan Dr. Mustofa Yaqub, MA., imam besar Masjid Istiqlal sekaligus ahli hadits dari Indonesia, dalam ceramahnya yang ditayangkan oleh salah satu stasiun televisi di Indonesia, peringatan Maulid Nabi bukan lah bentuk peribadatan melainkan sebuah bentuk muamalah.
Karena peringatan Maulid Nabi tersebut termasuk muamalah, maka Muslim dipebolehkan melakukan inovasi (bid’ah) selama tidak melanggar hukum syari’at. Sama halnya dengan diperbolehkannya seseorang menggunakan komputer, mengendarai kendaraan, browsing internet, meskipun semua hal tersebut tidak ada pada masa Rasulullah SAW dan para sahabatnya.
Memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW telah menjadi tradisi yang mengakar bagi sebagian besar umat Muslim di Indonesia, baik di perkotaan hingga ke pelosok daerah sekalipun. Bahkan peringatan Maulid Nabi itu sendiri oleh pemerintah ditetapkan sebagai hari libur nasional.
Polemik halal dan haramnya peringatan Maulid Nabi ini muncul setelah salah satu kelompok dalam Islam yang dikenal dengan nama Wahabi menganggap peringatan Maulid Nabi sebagai bid’ah yang sesat (dhalalah) dan mengharamkan peringatan Maulid Nabi tersebut.
Jumhur ulama berpendapat, peringatan Maulid Nabi boleh diperingati dengan catatan tidak ada perbuatan yang melanggar norma-norma atau syari’at agama ketika melaksanakannya.
Berikut beberapa pandangan ulama mengenai perayaan peringatan Maulid Nabi, sebagaimana dihimpun Rancah Post.
Pendapat Jalaluddin As-Suyuthi
Menurut fatwa yang dikeluarkan oleh As-Suyuthi, peringatan Maulid Nabi merupakan bid’ah yang baik (hasanah). Dari kesimpulannya, perayaan atau peringatan Maulid Nabi yang di dalamnya berkumpul manusia untuk membaca Al-Qur’an dan bershalawat kepada nabi termasuk di dalamnya memakan hidangan yang disuguhkan termasuk bid’ah hasanah yang akan mendapat balasan berupa pahala karena peringatan Maulid Nabi ini bertujuan memperlihatkan kegembiraan dengan dilahirkannya Nabi Muhammad SAW dan bentuk pengagungan terjadap nabi. Oleh karenanya, As-Suyuthi menganggap perayaan Maulid Nabi ini sunnah dan tidak harus terjadi pada masa Nabi.
Pendapat Yusuf Qardhawi
Menurut anggapan Yusuf Qardhawi, perayaan Maulid Nabi merupakan sesuatu hal yang baik. Ia mengemukakan alasan kenapa sahabat dulu tidak merayakan Maulid Nabi, hijrah nabi atau semua hal yang berkaitan dengan Nabi Muhammad SAW. Menurutnya, semua peristiwa tersebut terjadi saat sahabat hidup bersama Nabi dan nabi hidup dalam hati sanubari mereka serta tidak hilang dari kesadaran para sahabat.
Berbeda dengan sekarang, menurut Yusuf Qardhawi, saat ini kita perlu mempelajari nabi (kisah nabi). Peringatan Maulid Nabi ini bertujuan untuk mengingatkan manusia akan makna-makna di atas. Ia yakin bahwa dengan diperingatinya Maulid Nabi akan mengikat umat Muslim dengan sejarah Nabi Muhammad SAW untuk mengambil suri tauladan dan panutan darinya.
Pendapat Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki
Ulama terkenal asal Mekkah ini bahkan menulis sebuah buku berkenaan dengan dibolehkannya memperingati Maulid Nabi. Dalam kitabnya yang berjudul Haulal Ihtifal bi Dzikrol Maulidin Nabawi as-Syarif, ia berpendapat:
Saya berpendapat atas bolehnya merayakan maulid Nabi dan berkumpul untuk mendengar sejarah Nabi, membaca shalawat dan salam untuk Nabi, mendengarkan puji-pujian yang diucapan untuk beliau, memberi makan (pada yang hadir) dan menyenangkan hati umat.
Dari beberapa fatwa atau pendapat para ulama tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa peringatan atau perayaan Maulid Nabi merupakan perkara bi’dah karena memang tidak dilakukan pada zaman nabi sendiri. Akan tetapi, peringatan Maulid Nabi termasuk dalam bid’ah hasanah (perkara baru yang baik) selagi dalam peringatan maulid itu tidak ada hal-hal yang bertentangan dengan ajaran yang disyari’atkan dalam Islam. Wallahu a’lam.