RANCAH POST – Bila dilihat dari sudut pandang bahwa Hari Ibu merupakan hari raya yang diciptakan oleh masyarakat barat yang tak sedikit dari mereka sudah melupakan bahkan tidak jarang pula menelantarkan ibunya, maka sebagian besar ulama berpendapat bahwa memperingati Hari Ibu atau yang dikenal dengan Mother’s Day sama dengan menyerupai kebiasaan umat lain, alias tasyabbuh.
Syaikh Yusuf al-Qaradhawi misalnya, ia menyebutkan bahwa kita sebagai Muslim tidaklah perlu memperingati hari seperti itu. Menurutnya, bagi umat Islam, Hari Ibu terjadi setiap saat dalam setiap aktivitas kehidupan. Dalam budaya dan kebiasaan masyarakat Muslim, manakala seorang anak hendak pergi ke luar rumah atau ke suatu tempat, ia terlebih dahulu akan mencium tangan ibunya dan meminta do’a dari ibunya.
Namun, tidak sedikit pula para ulama yang membolehkan kita untuk memperingati Hari Ibu asalkan penghormatan kita terhadap ibu tidak hanya dibatasi pada hari itu saja tanpa harus menganggap hari itu sebagai sebuah hari raya. Sebab, hari raya dalam Islam hanya dua, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Bila seorang Muslim hendak merayakan Hari Ibu, di dalam perayaan tersebut tidak ada perilaku menyerupai kebiasaan masyarakat Barat yang terlarang, semisal meminum minuman keras dan perbuatan dosa lainnya. Pendapat seperti inilah yang dianut oleh Syaikh Faishal Maulawi, seorang ulama Muslim yang ada di Benua Eropa.
Menurut Syaikh Faishal Maulawi, memperingati Hari Ibu terletak pada dua hal. Pertama, menjadikan Hari Ibu sebagai hari raya menurut pengertian syariat Islam, dan yang kedua mengkhususkan penghormatan kepada ibu pada hari itu saja. Maka dalam pandangannya, bila kedua hal tersebut tidak ada, maka memperingati Hari Ibu diperbolehkan. Meskipun peringatan Hari Ibu dianggap sebagai bentuk tasyabbuh atau meniru-niru budaya Barat, maka itu tasyabbuh tersebut tasyabbuh yang dibolehkan. Sebab, tasyabbuh yang dilarang adalah tasyabbuh yang memang spesifik dalam ajaran agama atau budaya mereka yang sama sekali tidak ada dasarnya dalam budaya/ajaran Islam. Sedangkan perihal menghormati sosok ibu sangatlah jelas sekali ada dasarnya dalam ajaran Islam.
Begitu juga dengan Syaikh Abdul Fattah Asyur, ulama Al-Azhar, Mesir, ia berpendapat bahwa sejauh ini umat Islam tidaklah memandang Hari Ibu sebagai sebuah hari raya yang bersifat keagamaan, melainkan merupakan ekspresi rasa cinta, kasih, sayang, penghormatan, dan pengabdian seorang anak terhadap ibunya yang memiliki peran penting dalam kehidupan.
Maka menurutnya, memperingati Hari Ibu dengan bentuk pemahaman seperti itu bukanlah bentuk tasyabbuh terhadap budaya atau ajaran agama tertentu. Dalam memperingati hari tersebut, orang yang memperingatinya tidak melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah dan tetap menjalankan perintah-Nya. Dengan demikian, ini bukanlah tasyabbuh dan juga bukan bentuk meniru-niru ajaran agama lain.
Oleh karenanya, selama kita tidak menjadikan Hari Ibu sebagai hari raya dalam pengertian syariat Islam, kita diperbolehkan melakukannya. Apalagi hal tersebut termasuk persoalan keduniaan dan agama telah memberikan keleluasaan kepada kita untuk menyikapinya dengan tidak melarang atau menganjurkan.
Hari Ibu itu sendiri merupakan bentuk penghormatan terhadap sosok ibu yang secara jelas telah diajarkan oleh Islam. Tentunya memperingati Hari Ibu Ini tentu berbeda dengan memperingati Hari Valentine yang dalam prakteknya sering kali seseorang menjurus pada kemaksiatan seperti seks bebas yang jelas-jelas dilarang dalam Islam. Wallahu a’lam.