RANCAH POST – Masyarakat Inggris sangat muak dengan perkataan rasis yang dilontarkan oleh calon presiden AS, Donald Trump. Setelah melecehkan para imigran Meksiko, Donald kembali menyerang umat Islam. Pekan ini, Donald berkeinginan orang yang beragama Islam dilarang masuk ke AS dengan dalih faktor terorisme.
Menanggapi pernyataan Donald Trump itu, warga Inggris membuat sebuah petisi elektronik kepada parlemen yang isinya melarang sosok Trump masuk ke seluruh tanah Britania Raya.
Menurut laman BBC, Kamis (10/12/2015), hingga kabar ini mencuat, petisi tersebut telah ditandangani oleh lebih dari 200 ribu orang. Sesuai peraturan yang berlaku, parlemen harus membahas petisi itu dalam rapat terbuka.
Sosok yang memprakarsai petisi itu adalah Suzanne Kelly. Ia sebelumnya pernah menghujat Trump lantaran membangun lapangan golf di Kota Aberdeenshire tanpa izin.
Menurut Kelly, tingkah Trump sudah kelewatan. Usulan memboikot warga muslim masuk AS merupakan sebuah ujaran kebencian bersifat provokasi, fitnah, serta promosi terorisme. Lebih lanjut lagi, kata Kelly, itu bisa termasuk kategori pidana dan bisa membuat seseorang dilarang masuk ke Inggris oleh Kemendagri.
Kelly katakan, “Apabila Inggris selama ini mempunyai komitmen ujaran kebencian merupakan tindakan yang tidak bisa diterima dan berpengaruh pada diterima atau tidaknya seseorang di perbatasan kita, maka selayaknya hukum ini ditegakkan kepada semua orang, baik orang kaya maupun miskin.”
Petisi melarang Donald Trump masuk Inggris bukanlah sekedar omong kosong belaka. Politikus Partai Buruh Jack Dromey dan Pemimpin Partai Hijau Natalie Bennet, berjanji akan membicarakan tuntutan rakyat itu dalam sidang parlemen. Mereka optimis, sosok Trump benar-benar akan dilarang masuk ke tanah Britania Raya (Skotlandia, Irlandia Utara, Inggris dan Wales).
Bukan hanya itu, Menteri Skotlandia Nicola Sturgeon juga telah memecat Trump sebagai Duta Bisnis negaranya di Amerika Serikat. Demikian juga yang dulakukan oleh Universitas Robert Gordon Skotlandia, Pihak kampus batal memberikan gelar kehormatan Donald Trump.