RANCAH POST – Rata-rata penderita HIV/AIDS selalu merasa rendah diri dan mengucilkan diri dari lingkungannya. Sama halnya dengan keterangan yang disampaikan LY, salah satu penderita HIV/AIDS di Lhokseumawe, Senin (30/11/2015).
Akibat mengucilkan diri, penderita HIV/AIDS cenderung menghakimi dirinya sendiri. Menurut laman Tribunnews.com, LY katakan, “Mereka semua tidak lagi berkarya, tidak lagi menjalani hidupnya seperti biasa.”
Rata-rata penderita HIV/AIDS selalu merasa rendah diri dan mengucilkan diri dari lingkungannya. Sama halnya dengan keterangan yang disampaikan LY, salah satu penderita HIV/AIDS di Lhokseumawe, Senin (30/11/2015).
Rasa rendah diri para penderita HIV/AIDS diperkuat dengan prilaku masyarakat sekitar. Dia menerangkan bahwa masyarakat masih menganggap para penderita HIV itu memalukan, aib dan penyakit yang mudah menular.
LY tuturkan, “Sehingga di Kabupaten Bireuen suatu waktu ada sebuah kejadian, tidak ada warga yang mau memandikan dan memakamkan jenazah penderita HIV. Belakangan Dinkes datang mengurus jenazah itu kemudian dimakamkan secara Islam.”
LY bebrrkan, “Di Aceh Utara pernah juga ada sebuah kasus suaminya positif HIV/AIDS dan sudah meninggal. Istri si pengidap HIV itu kemudian dikucilkan masyarakat. Padahal, 4 kali pengecekan medis, ternyata istrinya negatif. Penghakiman seperti demikian yang perlu kita musnahkan bersama-sama.”
LY pun mengajak kepada para penderita HIV/AIDS agar tetap tegar menjalani kehidupan dan terus menjalankan aktivitas seperti biasa.
Disisi lain, LY juga meminta kepada Pemerintahan Aceh untuk sering melakukan sosialisasi tentang HIV/AIDS kepada seluruh masyarakat. Sejauh ini, lanjut LY, Pemerintah masih kurang maksimal melakukan sosilisasi tentang penyakit ini. Sehingga penghakiman negatif terhadap penderita HIV masih terjadi di tengah masyarakat Aceh.
Saat peringatan Hari AIDS Sedunia saat ini, Ly berharap, seluruh masyarakat memperlakukan penderita HIV/AIDS sama dengan masyarakat lainnya.