RANCAH POST – Konsep dan sistem penyelenggaraan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan disebut MUI (Majelis Ulama Indonesia) tidak sesuai dengan syariat Islam, hal tersebut dinyatakan dari hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia V tahun 2015.
Dalam deskripsi permasalahan disebutkan kalau program termasuk modus transaksional yang dilaksanakan BPJS khususnya untuk BPJS Kesehatan dari pandangan ekonomi Islam dan fiqh mu’amalah, dengan merujuk Fatwa DSN-MUI (Dewan Syari’ah Nasional MUI) dan beberapa sumber ilmiah secara umum belum menggambarkan konsep ideal jaminan sosial dalam prespektif Islam.
Terlebih apabila dilihat dari segi hubungan hukum atau akad. Di antaranya saat terjadi keterlambatan pembayaran iuran untuk pekerja penerima upah, maka dikenakan hukuman atau denda sebesar 2% per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3 bulan. Denda itu dikenakan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh si pengupah.
Sementara keterlambatan dalam pembayaran iuran untuk peserta bukan penerima upah dan bukan pekerja dikenakan hukuman atau denda keterlambatan sebesar 2% per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 6 bulan yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak.
Atas dasar tersebut, MUI menyatakan bahwa penyelenggaraan BPJS Kesehatan, terutama yang terkait dengan akad antar para pihak tidak sesuai dengan syariat syariah, karena mengandung unsur maisir, gharar, dan riba.
MUI juga mengusulkan kepada pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan sosial berdasarkan syariat Islam. Ijtima Ulama Komisi Fatwa sendiri digelar di Ponpes At-Tauhidiyah, Tegal pada (7-10/06/2015).