RANCAH POST – Mandi besar dan ziarah kubur adalah bagian dari tradisi menjelang awal Ramadhan yang biasanya dilaksanakan umat Islam di Indonesia.
Sebenarnya, mandi besar (mandi wajib karena hadats besar) wajib dilakukan setiap saat ketika seseorang hadats besar (misal junub, haid atau nifas) dan akan melakukan ibadah yang disyaratkan suci dari hadats, misal shalat dan thawaf.
Sehingga saat memasuki bulan Ramadhan seseorang tidak harus mandi besar dahulu, jika Ia tidak berhadats besar. Belum ditemukannya referensi yang menjelaskan disunahkannya mandi menjelang masuknya awal puasa Ramadhan, yang ada di kitab-kitab Fiqih, justru di dalam bulan Ramadhan itu yang disunahkan adalah mandi setiap malam, waktunya dimulai dari terbenamnya matahari (waktu Maghrib) sampai terbitnya fajar shodiq (waktu Shubuh). Di beberapa wilayah Indonesia, mandi menjelang awal Ramadhan dikenal dengan padusan atau keramasan. Padusan ini dimaksudkan sebagai niat membersihkan badan jelang puasa dan yang paling utama adalah untuk membersihkan hati.
Adapun niat mandi besar tersebut yaitu, “NAWAITUL GUSLA LISHOUMI GODIN SYAHRI ROMADHONA SUNNATAN LILLAHI TA’ALA”, yang artinya “niat Aku mandi besar karena akan puasa bulan Ramadhan, sunnat karena Allah.”
Adapun tradisi ziarah kubur menjelang awal Ramadhan diyakini atas dasar keterangan/referensi beberapa kitab Kuning semisal Daqaiqul Akhbar tentang keadaan orang yang sudah meninggal di alam barzah/kuburnya. Hal ini sesuai dengan atsar (kata-kata) shahabat Nabi, Abu Hurairah r.a yang artinya:
“Ketika seorang mukmin meninggal dunia, ruhnya berputar mengelilingi rumahnya selama 1 bulan, dia melihat harta yang ditinggalkannya, bagaimana pembagian dan pembayaran hutang-hutangnya. Setelah genap 1 bulan dia kembali pada kuburnya dan berputar-putar selama 1 tahun, maka dilihatnya orang-orang yang mendoakannya dan orang-orang yang bersusah hati atas kepergiannya. Setelah genap satu tahun ruhnya diangkat dan dikumpulkan dengan ruh-ruh yang lain sampai hari kiamat, yaitu hari ditiupnya sangkalala.”
Tidak hanya Abu Hurairah, Ibnu Abbas r.a pun mengatakan lewat atsarnya: “Ketika datang hari raya (Idul Fitri dan Idul Qurban), hari Asyura (10 Muharram), hari Jumat yang pertama pada bulan Rajab, malam Nishfu Sya’ban, malam pertama Ramadhan, malam Lailatul Qadar dan malam Jumat ruh-ruh orang mati keluar dari kuburnya dan berhenti didepan pintu rumah-rumah mereka dan mereka berkata kepada kerabat-kerabatnya: “Berbelas kasihanlah kalian pada malam yang penuh barokah ini dengan sedekah dan sesuap makanan (pada orang-orang yang mematuhkan), maka sesungguhnya kami sangat membutuhkannya, jika kamu bakhil dan tidak mampu bersedekah, maka ingatlah kami dengan membaca surat Al Fatihah pada malam yang barokah ini. Apakah ada seseorang yang mengasihi kami, apakah ada orang yang ingat pengembaraan kami. Wahai orang-orang yang mendiami rumah, wahai orang-orang yang menikahi perempuan (istri) kami, wahai orang yang menempati gedung kami yang luas dan sekarang kami dalam kubur yang sempit, wahai orang yang membagi harta kami, wahai orang-orang yang mensia-siakan anak yatim kami, apakah salah seorang dari kalian tidak ingat akan pengembaraan kami, shahifah (buku catatan) kami yang telah ditutup dan buku-buku kalian yang masih terbuka, dan tidak ada bagi mayit secarik kainpun dalam liang lahad, maka janganlah kalian lupa secuil dari roti kalian dan doa kalian, sesungguhnya kami membutuhkan kalian selamanya.”
Dari atsar Abu Hurairah dan Ibnu Abbas tersebut jelaslah bahwa tradisi ziarah kubur menjelang bulan Ramadhan sunah dilakukan. Hal ini berkenaan dengan turunnya ruh ke alam dunia pada malam pertama bulan Ramadhan seusai dengan atsar di atas guna melihat keadaan keluarga yang ditinggalkan apakah mereka dalam keimanan dan keshalehan atau kufur dan maksiat. Seandainya keluarga berbuata kebajikan atau amal shaleh, ruh tersebut akan mendapatkan tambahan nikmat di alam kuburnya. sebaliknya, jika keluarga tersebut berbuat maksiat atau kufur kepada Allah sudah tentu ruh tersebut pun mendapat siksaan dari Allah di alam kuburnya.
Namun yang tidak boleh dilupakan adalah kesunahan ziarah kubur itu adalah setiap saat sepanjang tahun dan tidak dikhususkan ziarah kubur pada waktu-waktu tertentu.
1 Komentar
maaf ini haditsnya shahih apa tidak ya.