RANCAH POST – Seiring bertumbuhnya teknologi, terutama di bidang komunikasi. Bisnis di bidang komputasi awan atau yang tenar dengan nama Cloud, juga turut berkembang secara global. Begitu pula di Indonesia, pertumbuhan dari tren cloud ini juga terus meningkat. Bahkan ia diprediksi akan mencapai nilai 121 miliar US dollar di tahun 2015 mendatang.
Namun sayang, dibalik pertumbuhannya yang pesat itu, terdapat beberapa kendala. Seperti yang dikatakan oleh Presiden Direktur PT Virtus Technology Indonesia Erwin Kuncoro dalam acara Media Gathering di Belitung, minggu lalu.
“Kendala pertama adalah sekuriti, pengguna masih cenderung khawatir karena tidak tahu di mana datanya disimpan,” kata Erwin.
Soal keamanan ini menurutnya akan lebih mengemuka apabila data bersangkutan memuat informasi rahasia perusahaan. Untuk mengatasinya, kesadaran masyarakat mengenai cloud mesti ditingkatkan lewat edukasi.
Yang kedua, lanjut Erwin, adalah persoalan integrasi sistem dari penerapan konvensional ke platform berbasis cloud. “Yaitu bagaimana mengintegrasikan dari yang kita punya ke cloud, sehingga bisa dipakai oleh semua pegawai,” katanya.
Pilihan platform cloud ini bisa berbeda-beda tergantung kebutuhan perusahaan. Tak harus public cloud yang bersifat terbuka dan cocok untuk UKM atau startup, tetapi bisa juga private cloud untuk perusahaan yang butuh keamanan tingkat tinggi, atau “hybrid cloud” yang merupakan gabungan keduanya.
Kendala ketiga terkait dengan regulasi. Erwin menyebut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 yang mewajibkan penyelenggara layanan elektronik membuka pusat data di Indonesia.
“Padahal, 2015 nanti sudah ada pasar bebas (Asean Free Trade Area), peraturan ini bertentangan dengan semangat open market sehingga bisa mempengaruhi pertimbangan bisnis entitas dari negara lain yang berhubungan dengan kita,” jelas Erwin.
Dia juga mempertanyakan kesiapan Indonesia apabila pihak-pihak luar berbondong-bondong membangun data center di wilayah Tanah Air.
Meski demikian, Erwin mengakui bahwa kebijakan tersebut juga membuka peluang bisnis bagi para pemain di bisnis terkait, termasuk perusahaannya sendiri. “Kalau ada investasi di sini ‘kan, bagus. Hanya saja tergantung pintar-pintarnya pemerintah mengatur, jangan terlalu dibuka juga,” tandasnya.