RANCAH POST – Sudah hampir dua tahun Jokowi dan Ahok jadi orang nomor satu di DKI Jakarta. Namun akhir-akhir ini, Gubernur Joko Widodo dan Wakilnya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berulang kali berbeda pola pemikiran.
Seperti kasus bus karatan yang berujung di Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan dua orang tersangka dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Jokowi lebih kalem dalam menanggapi hal itu, sementara Ahok menggebu-gebu agar kasus itu segera diselesaikan. Bahkan, Ahok kecewa karena kasus itu ditangani Kejagung, bukan KPK.
Tak hanya itu, soal proyek pembangunan monorail, Ahok mengaku tak mengerti pemikiran Jokowi yang masih memberi kesempatan pada PT Jakarta Monorail untuk menyelesaikan proyek. “Aku sih sudah malas ngomongin monorel. Aku bingung kenapa Pak Gubernur masih mau ngasi waktu, kalau aku sih tidak mau,” kata Ahok.
Melihat perbedaan pola pikir itu, apakah keharmonisan “jagoan” Ibu Kota itu mulai retak?
“Kalau dari statement yang dikeluarkan, ya beda pendapat saja. Tidak ada masalah,” ujar pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio. Jumat (4/4/2014) malam.
Senada dengan Agus, pengamat Tata Kota, Yayat Supriyatna, mengatakan dalam menanggapi persoalan Jakarta, kedua pemimpin itu masih dalam batas kewajaran. “Kalau Ahok selaku Wakil Gubernur berbeda pendapat, ya wajar saja. Karena otoritas pengambil kebijakan tetap pada seorang Gubernur,” ujar Yayat.
Terkait poryek Monorel, Yayat menilai, perbedaan pandangan terjadi karena informasi yang ada tidak sampai secara menyeluruh. Karena itu, dia berpendapat agar kasus tersebut dijelaskan oleh PT JM selaku penggarap proyek.
“Soal monorel, mungkin Jokowi belum mendapat informasi secara utuh. Makanya Ahok bingung dengan sikap Jokowi. Karenanya, saya berpendapat, kasus ini bisa diselesaikan PT JM langsung,” tandasnya.