RANCAH POST – Nyangku adalah tradisi mengenang Prabu Boros Ngora dengan cara memandikan pusaka-pusaka peninggalannya serta peninggalan raja-raja Panjalu dengan cara dimandikan bukan ritual penyembahan terhadap benda-benda pusaka tetapi menjalankan papagon leluhur dan ritual tersebut diselenggarakan setahun sekali yang berbarengan dengan peringalan Maulid Nabi Muhamad SAW.
Sebagaimana dipaparkan Rd. Edi Hermawan Cakradinata selaku keturunan Raja Panjalu Pangeran Boros Ngora yang juga pengurus yayasan Boros Ngora dan sekaligus ketua pelaksana acara Nyangku tersebut dalam sambutannya pada Senin, 27 Januari yang lalu. Acara tersebut berlangsung di alun-alun Panjalu dengan dihadiri keturunan raja Panjalu dan ribuan warga dari berbagi daerah tidak hanya dari Kabupaten Ciamis, dan juga dihadiri oleh muspika plus, Bupati Ciamis, dari beberapa kerajaan Nusantara, pangeran Sumedang dan ketua adat dari kesultanan Cirebon.
Dengan penyelenggaraan adat Nyangku ini diharapkan menjadi media siar Islam agar warga Panjalu khususnya terus berpegang teguh pada ajaran Islam, jujur serta moment budaya kearifan lokal ini yang secara turun temurun dari Prabu Boros Ngora menjadi Palsafah yang dapat diaplikasikan dalam kehidupa nMasyarakat Panjalu khususnya.
“Nyangko yang artinya membersihkan untuk bahasa arabnya, namun karena penyampaian dari logat sunda sehingga Nyangko jadi Nyangku hingga sekarang.” papar H. Erwin selaku camat Panjalu.
Tujuan Nyangko tersebut pada hakikatnya adalah untuk membersihkan diri dari hal-hal yang dilarang oleh Agama selain dari ajang silaturahmi antar warga masyarakat khususnya keturunan-keturunan raja Panjalu maupun pencinta budaya disamping untuk melestarikan budaya sebagai daya tarik wisatawan lokal maupun mancanegara.
Pusaka-pusaka yang tersimpan di Bumi Alit satu persatu dibawa ke sisi Situ Lengkong lalu dibawa ke makom Pangeran Boros Ngora yang terletak di pulau Nusa Gede dan selanjutnya dibawa ke Taman Boros Ngora dengan menyeberangi Situ Gede. Pelaksannan ritual tersebut setiap tahunnya selalu sama yaitu pusaka-pusaka tersebut dimandikan oleh air khusus (tirta kahuripan) yang di ambil dari sembilan mata air seperti dari mata air Cipanjalu, Gunung Syawal dan mata air Ciomas.
Seperti pedang tua yang di yakini peninggalan Syaidina Ali yang dihadiahkan kepada Pangeran Boros Ngora dimandikan di atas panggung khusus, selanjutnya pusaka-pusaka tersebut disimpan di museum Bumi Alit dan akan dikeluarkan kembali tahun depan pada acara yang sama. Dan biasanya air bekas memandikan pusaka-pusaka tersebut sering menjadi rebutan masyarakat yang datang pada acara pesta budaya tersebut. [Azie]