RANCAH POST – MAN OF STEEL, film yang baru saja dibesut oleh Zack Snyder kali ini bertutur tentang kegalauan Clark Kent/Kal-El (Henry Cavill) akan jati dirinya sendiri; apakah dia anak terakhir dari bangsa Krypton atau anak adopsi dari pasangan Kent, petani Smallville, Texas.
Ataukah malah, bisakah dia memiliki identitas keduanya? Yang jelas di dalam film ini, dia digambarkan sebagai imigran gelap dari planet lain yang telah kiamat sekaligus orang paling kesepian di atas bumi. Walau bukan manusia bumi, namun dia memiliki hati yang lebih mulia. Semua materi Superman dalam MAN OF STEEL nyaris sempurna. Dari tata letak pengambilan gambar, akting, ensemble cast-nya, seragam Superman, sampai soundtrack, sungguh luar biasa. Pakem cerita Superman klasik masih terlihat namun filmmaker seperti tidak mau bertutur dengan cara itu lagi. Tak ada Superman yang terbang ke sana kemari menolong orang tertimpa bencana.
Penceritaan ulang pencarian jati diri Clark Kent sangat jauh dari pakem utama mitologi yang cenderung berwarna ceria. Pada MAN OF STEEL, Kal El/Clark Kent digambarkan sebagai manusia galau yang hidup tak tentu arah. Narasi cerita di ambil dari sudut pandang 2 ayah Clark. Apabila Jor El (Russell Crowe) menginginkan anaknya untuk tampil dan memimpin dunia. Beda dengan Jonathan (Kevin Costner) yang menginginkan anaknya supaya menjaga rahasia kemampuannya karena khawatir dunia akan menolak kehadiran anaknya. Sudut pandang 2 ayah ini tak berkembang menjadi konflik berkepanjangan. Namun lebih menjadi ajaran Ayah kepada anaknya tentang bagaimana menjalani hidup sebagai orang yang memiliki kemampuan khusus. Hal ini mungkin akan lebih menarik apabila diteruskan menjadi pertarungan jiwa Kal El/Clark Kent untuk memilih jalan hidupnya. Adegan aksi yang disuguhkan oleh Zack Snyder sungguh memukau. Visual kemampuan fisik Superman dan bangsa Krypton dibuat senyata mungkin, mulai dari terbang, efek pertarungan dan ledakan. Adegan-adegan itu tak pernah kita lihat di layar bioskop sebelumnya dan untuk hal ini Snyder berhasil. Namun di balik adegan aksi yang besar dan mewah itu, secara emosi terlihat datar, yang ada hanya ledakan, kecepatan bangsa Krypton bergerak, bertarung dan penghancuran dengan special effect khas Snyder. Kita tak bisa melihat bagaimana kepribadian Superman baru ini. Dari cara dia bertarung, masih tetap sama dengan dengan Superman-Superman sebelumnya.
Di luar adegan aksi, untuk urusan drama, Snyder bercerita dengan cara flash back. Hal ini perlu untuk menceritakan perjalanan Clark Kent sampai dia mengenakan baju pemberian Jor El agar sepenuhnya lepas dari pakem utama yang sudah terlalu mainstream. Akting Michael Shanon sebagai Jendral besar yang terluka harga dirinya tak diragukan lagi. Bahkan lebih menarik perhatian dibanding Kevin Costner dan Russell Crowe.
Beberapa adegan drama terasa sangat menyentuh terutama saat adegan keluarga Kent, seperti saat Martha Kent (Diana Lane) mencoba membujuk Clark kecil untuk keluar dari tempat sembunyinya atau adegan saat Jonathan melarang Clark menolongnya.
Screen time Russell Crowe sebagai Jor El tak disangka ternyata cukup banyak menjadi bagian dari cerita MAN OF STEEL itu sendiri. Berbeda dengan screen time Marlon Brando di Superman klasik yang hanya sekedar tempelan.
Amy Adams sebagai Lois Lane juga di ceritakan ulang dengan template yang lebih menarik, sebagai jurnalis jempolan sekaligus tokoh sentral yang menyelamatkan Superman dan dunia. Aktor-aktor lain seperti Laurence Fishburn yang memerankan Perry White (biasanya diperankan oleh aktor kulit putih) juga terlihat berwibawa walaupun screen time-nya sangat kurang.
Salah satu yang menentukan emosi MAN OF STEEL adalah Hanz Zimmer yang sukses mengaduk-aduk cerita dengan score musik brilian. Zimmer berhasil lepas dari bayang-bayang score musik klasik John Williams yang sudah terlanjur melekat pada sosok Superman. Berbeda dengan John William yang cenderung membawa keceriaan dan kemenangan, score musik Zimmer terdengar sebagai musik latar tentang suasana saat itu, Zimmer berhasil memberi sentuhan emosi yang mendalam.
MAN OF STEEL tidak menceritakan Superman yang dulu sebagai tokoh superhero. Tapi lebih menjadi sajian sci-fi, tentang interaksi alien dan manusia. Baju boleh superman tapi kehadiran Superman tak begitu terasa, bahkan kata-kata Superman hanya terdengar beberapa kali di film ini.
Meski begitu MAN OF STEEL terasa lebih hidup dan lebih membumi. Snyder dan David S Goyer sebagai penulis berusaha keras membumikan Superman yang terlanjur menjadi karakter superhero klasik fantasi. Tak ada kryptonite lagi dan Superman pun tak mengenakan celana dalam merah itu lagi.
Oleh: Djoko Poerwanto
(kpl/djk/abs/mrdk)
1 Komentar
jadi pengen nonton euy…